Pemimpin dan Akal Sehatnya

Pemimpin adalah teladan untuk kemaslahatan umatnya, Pemimpin itu ibarat jantung dan kepala dari tubuh manusia. Dia menjadi penggerak segala urusan yang dipimpinnya. Jika berhenti saja tidak berdetak, maka urusan orang banyak akan berhenti pula. Pepatah mengatakan, ikan busuk dimulai dari kepala, artinya baik dan buruk urusan umat dan bangsa tergantung pada para pemimpinnya. Sungguh penting dan strategis posisi serta peran para pemimpin di manapun mereka berada.

Nabi Muhammad dan para Nabi sebelumnya merupakan figur-figur pemimpin umat manusia yang menjadi uswah hasanah dan menebar rahmat bagi semesta. Umar bin Khattab, Umar bin Abdul Azis, Iskandar Dzulqarnain, Mahatma Ghandhi, Nelson Mandela, dan para pemimpin dunia lainnya telah menggoreskan tinta emas yang mencerahkan dunia.

Para pemimpin tidak memperbodoh dan membiarkan anggotanya terus bodoh dengan cara memimpin menara gading yang bersinggasana di atas takhta tinggi tanpa menginjak bumi. Tidak pula bak burung Merak yang mengepak-ngepakkan sayap dan bulunya yang indah hanya untuk meninabobokan dalam segala mimpi millenari yang membuat umat dan bangsa terbuai tak kenal henti oleh keagungan semu para pemimpinnya.

Para pemimpin ketika hadir di tengah-tengah niscaya tulus dan terpercaya, tidak semu bermain citra dan umbar janji palsu.  Para pemimpin pun tak patut ugal-ugalan dalam ujaran dan tindakan. Segala yang dilakukan para pemimpin akan memantul pada umat dan bangsa yang dipimpinnya. Ketika umat dan rakyat garang, keras, dan pemarah maka boleh jadi pantulan dari gesture dan tampilan para pemimpinnya. Manusia sebagai Khalifah yang mempunyai akal untuk digunakan sebagai alat berfikir yang mengarah terhadap kema'rufan.

Allah swt. menciptakan manusia dengan kemampuan instrumen akal, berbeda dengan makhluk lainnya. Kemampuan memilih perbuatan adalah salah satu peran akal. Sisi lain akal mempunyai kehendak bebas, akan tetapi kebebasannya sudah diberi potensi kemampuan memillihnya sebagaimana ayat faalhamaha fujuraha wa taqwaha (Q.S. asy-Syams:8). Sejarah penciptaan manusia sudah ada makhluk lain yaitu malaikat dan setan. Malaikat makhluk yang diciptakan oleh Allah swt. merupakan simbol kebaikan, sedangkan setan adalah makhluk Allah swt. yang diciptakan sebagai simbol kejahatan, yaitu menggoda kehidupan manusia untuk berbuat kejahatan, dengan godaan yang bersifat sugestif, artinya menggoda tapi tidak memaksakan manusia.

Manusia makhluk yang berakal dan berbudi, sebagaimana dari sudut antropologi filsafat, hakekat (esensi) manusia secara etimologi dalam bahasa Inggris disebut man (asal kata dari bahasa Anglo Saxon, man) pada dasarnya bisa dikaitkan dengan mens (Latin), yang berarti "ada yang berpikir". Demikian halnya arti kata anthropos (Yunani) berarti "seseorang yang melihat ke atas". Akan tetapi sekarang kata itu dipakai untuk mengartikan "wajah manusia". Akhirnya, homo dalam bahasa latin berarti orang yang dilahirkan di atas bumi

Manusia secara biologis mempunyai kemiripan dengan binatang, yang membedakan adalah manusia makhluk yang diberi kemampuan berpikir, sehingga membedakan dirinya dengan binatang. Manusia adalah makhluk yang sempurna diciptakan Allah swt. karena kapasitas berpikir manusia mempunyai kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga menjadi makhluk yang tertinggi kedudukannya di antara makhluk lainnya.

Dari istilah ada akal dan sehat ini menunjukkan bahwa akal sehat, berangkat dari perpaduan antara seluruh dimensi rohani dalam pemberdayaan secara sistematik, akan tetapi akal sakit bila tidak melibatkan dari berbagai dimensi rohani. Akal sehat merupakan daya yang dimiliki manusia dalam kehidupan yang lebih baik, diantara daya-daya tersebut di atas, daya pikir merupakan daya tertinggi yang dimiliki oleh manusia, bahkan dengan daya itulah keutamaan dan kesempurnaan manusia dapat dicapai.

Sehubungan dengan hal itu Ibnu Miskawaih berkata: di antara sekian banyak wujud yang ada ini, manusia mempunyai perilaku yang khas baginya, dan makhluk selain dia tidak ada yang memilikinya. Perilaku ini muncul dari fakultas berpikirnya. Maka setiap orang yang pemikirannya lebih tepat dan benar, serta perilakunya lebih baik, berarti kesempurnaan kemanusiaanya lebih besar. Kebahagiaan manusia mempunyai beberapa tingkatan tergantung pada jenis akal yang dipikirkan, sebab itu dikatakan: sebaik-baik pemikiran adalah berpikir tentang apa yang terbaik. Dalam konteks epistemologis, akal dipandang sebagai daya pikiran yang dengannya kelemahan pancaindera teratasi.

Dengan pikiran, pengetahuan mengenai segala sesuatu yang ada di luar diri, misalnya pengetahuan tentang wujud, fakta-fakta dan berbagai kejadian, diperoleh dengan cara “melampaui” rentang pancaindera. Akal memastikan sesuatu bukan hanya hal-hal yang bersifat alamiah, bersifat imaterial, saat ini, kemarin atau nanti, tetapi meskiakal berdaya terbatas, namun akal bersifat tak terbatas dalam jangkauannya. Akal dapat mencapai ujung alam semesta bahkan hingga “singgasana” Tuhan. Akal memberi pengetahuan, apakah real atau tidak pasti, tetap saja pengetahuan, di tingkat apapun dari segi kesempurnaan dan dari sisi manapun

Dalam menggerakkan sebuah wadah pemimpin harus lebih memprioritaskan kepentingan organisasi ketimbang hasratnya, karena sudah kita lihat secara bersamaan bahwa ego manusia yang sangat tinggi sehingga menimbulkan problematika yang dampaknya akan secara tidak langsung menggerogoti internal organisasi, bukan hanya itu dengan janji-janji manisnya seolah-olah menjadi orang yang paham akan realitas yang ada padahal tidak kita perlu belajar kepada seseorang yang terlebih dahulu dari kita. Karena pada dasarnya seorang pemimpin itu bukan yang terbaik banyak orang yang lebih baik dari pemimpin tersebut tapi seorang pemimpin itu dipercaya.

Pemimpin yang selalu melangkah dengan sangat hati-hati untuk keberlangsungan organisasinya, nalar berfikir yang dijadikan sebagai fondasi untuk kemaslahatan bersama dengan ini pemimpin perlu memiliki akal yang sehat untuk dijadikan lahan berfikir. Pemikiran sehatnya menuntun untuk organisasi menjadi progresif.

Diarahkan, Terarah dan mengarahkan!!!

Ditulis Oleh : Immawan Dwi Prayoga (Ketua Umum PK IMM Ahmad Dahlan Lamongan)

Editor : Bidang RPK PK IMM Ahmad Dahlan Lamongan