Kapitalisasi Seksualitas di Era Digital

Lanskap media sosial kontemporer, khususnya platform seperti TikTok maupun Instagram, telah melahirkan sebuah fenomena menarik sekaligus problematik: kapitalisasi daya tarik seksual sebagai mata uang baru dalam ekonomi atensi. Secara tidak langsung, fenomena ini memaparkan bagaimana perempuan, dengan pemahaman mendalam terhadap algoritma dan hasrat audiens, memanfaatkan tampilan fisik mereka untuk meraih popularitas dan keuntungan finansial. Fenomena ini bukan sekadar pertukaran sederhana, melainkan sebuah ekosistem kompleks di mana batasan antara eksploitasi dan pemberdayaan menjadi kabur, serta dinamika sosial mengalami pergeseran signifikan.

Inti dari fenomena ini terletak pada konsep ekonomi atensi. Di era digital yang dipenuhi banjir informasi, perhatian menjadi komoditas yang sangat berharga. Bukan hanya barang dan jasa yang diperjualbelikan, melainkan juga sorotan mata, klik, dan interaksi daring. Dalam konteks ini, daya tarik seksual terbukti menjadi magnet yang sangat efektif untuk menarik perhatian. Perempuan, sadar akan kekuatan ini dan didorong oleh algoritma platform yang cenderung memprioritaskan konten visual dan sensual, menemukan bahwa menjual “birahi” dapat menjadi jalan pintas menuju popularitas dan keuntungan ekonomi. Mereka secara aktif mengeksploitasi nafsu pria, tidak lagi dalam ruang privat, melainkan di ranah publik digital yang tak terbatas.

Algoritma media sosial memainkan peran krusial dalam mempercepat dan memperluas praktik ini. Platform seperti TikTok dan Instagram, yang sangat mengandalkan visual, secara inheren memberikan keunggulan pada konten yang menarik secara fisik. Hal ini menciptakan lingkaran umpan balik, di mana konten sensual mendapatkan lebih banyak eksposur, mendorong semakin banyak kreator untuk menghasilkan konten serupa demi meraih atensi dan imbalan finansial. Akibatnya, standar baru pun terbentuk. Bagi sebagian perempuan, menampilkan tubuh dan seksualitas diri menjadi strategi yang dianggap rasional dan efisien untuk mencapai tujuan material maupun popularitas, dibandingkan dengan membangun keterampilan atau membagikan pengetahuan yang mungkin membutuhkan waktu dan upaya lebih besar untuk mendapatkan pengakuan yang sama.

Implikasi dari fenomena ini jauh melampaui sekadar tren daring. Munculnya seksualitas sebagai komoditas yang diperjualbelikan secara terbuka dan masif di media sosial berpotensi mengubah dinamika sosial secara mendasar. Generasi muda tumbuh dalam lingkungan di mana validasi diri sering kali diukur dari jumlah likes dan komentar yang diterima atas penampilan fisik mereka. Harga diri dan nilai diri dapat tereduksi menjadi metrik dangkal yang berpusat pada daya tarik seksual. Lebih lanjut, murahnya akses terhadap konten seksual daring dapat menggeser persepsi tentang intimasi, hubungan, dan nilai-nilai tradisional lainnya.

Penting dicatat bahwa dalam ekosistem ini sulit untuk menunjuk siapa yang sepenuhnya menjadi korban atau pelaku. Pria berperan sebagai konsumen yang membeli fantasi, sementara perempuan bertindak sebagai produsen yang menjualnya. Keduanya terperangkap dalam sistem digital yang sama, didorong oleh insentif ekonomi dan psikologis yang kompleks. Nafsu, sebagai salah satu pendorong perilaku manusia paling mendasar, kini menjadi komoditas yang laku di pasar atensi digital.

Sebagai kesimpulan, fenomena kapitalisasi seksualitas di media sosial adalah cerminan dari pergeseran nilai dan dinamika kekuasaan di era digital. Ekonomi atensi telah membuka ruang baru, di mana daya tarik seksual dapat dikonversi menjadi keuntungan ekonomi dan popularitas. Meskipun bagi sebagian orang hal ini terlihat sebagai bentuk pemberdayaan diri dan pemanfaatan peluang, penting untuk mempertimbangkan implikasi jangka panjangnya terhadap konstruksi identitas, nilai-nilai sosial, dan hubungan antar gender. Selama atensi dapat diuangkan dan nafsu menjadi komoditas yang mudah diperjualbelikan, fenomena ini kemungkinan besar akan terus menjadi bagian integral dari lanskap media sosial kita.

Ditulis Oleh : Immawan M.Dwi Bahrul Islami Harto (Ketua Bidang RPK IMM Ahmaddahlan 2025)

Editor : PK IMM Al-Khawarizmi